Dan
awanpun meruntuhkan rindunya pada tanah di dalam hujan. sejujur itu . . .
Rindu?
Bagaimana aku tidak rindu ketika semua kenangan menepel di jendela dan berubah
menjadi embun. Awwww jadi ingat lagu Utopia yang judulnya Hujan "Aku
selalu bahagia saat hujan turun, karena aku dapat mengenangmu disini
sendiri" punya pengalaman pribadi dengan lagu tersebut. mau aku ceritakan
pengalaman itu?
Tema
kali ini tepat banget dengan cuaca di sini, mendung-mendung manjah dan hujan
badai galau, Ada apa dengan tema kali ini? mungkin Ibu Dewi Susanti mulai
kedinginan membaluti tubuhnya, mungkin hatinya sudah mulai membeku? Jomblo buk?
Kesihan tidak ada yang memeluk erat dikala hujan. Ini cobaan buk, sabar :D
Sebuah
hubungan ibarat sepasang manusia berteduh dari hujan. kita punya dua pilihan,
bermain bersama hujan atau tetap berteduh. aku memilih bermain hujan, menikmati
setiap rintikan hujan, menikmati setiap dinginnya membaluti tubuh. sedangkan
kamu lebih memilih tetap berteduh, memilih untuk hanya menikmati hujan dan
menunggu pelangi dibanding bermain hujan bersama aku.
Dan
kamu bertanya "Apakah kau suka bau tanah tersiram hujan? cintakah kau pada
rintiknya? mengapa? ada apa dalam rintik itu? resahmu?
"Bagaimana
aku tidak cinta kalau setiap rintik hujan mewakili rinduku, bagaimana aku tidak
cinta kalau setiap rintik hujan mewakili cintaku yang tidak dapat lagi
tertampung dalam satu wadah yang bernama harapan? jawabku (Obrolan malam itu
bersama kalian Team Logistik)
Aahh
hujan menghadirkan suatu cerita yang berbeda-beda untuk setiap orang, termasuk
aku punya cerita tentang hujan. hujan yang mulai mencoba membawa pikiranku
lagi, mulai tertuju pada sosok seseorang? Sial!
Hujan
membawaku kembali pada waktu dan tempat yang sempat pernah kita singgahi dulu
sebelum mengenal kata pisah. Jalan-jalan yang bebatuan, genangan air yang
bergemeritik di terpa hujan, gemuruh awan gelap. Semuanya memeluk kita di kala
itu. Hujan menghadirkan riang tawa nyata dalam cerita kita. Kendaraan motor
memenuhi pinggiran kota sejak hujan turun, kita saling berlomba-lomba berlari
untuk ikut berteduh, tak peduli celana, baju dan sepatu terciprat kotoran
sekalipun. Semua menjadi kenangan yang terasa sangat pahit tapi begitu manis.
2009
tepatnya semester 5 menjalin hubugan dengan junior, jadi inget tulisan
sebelumnya tentang patah hati. cerita yang sama tapi dengan kasus yang berbeda.
Semua sudah berakhir tidak ada lagi tegur sapa antara aku dan dia, karena
disaat sebuah hubungan berakhir, semuanya juga ikut berakhir.
Sore
itu hujan sangat deras, aku menikmati hujan dengan secangkir kopi adalah
pilihan yang tepat, untuk sekedar menghangatkan suasana di ruang tamu,
bertemankan retakan dinding, detakan jam, sarang laba-laba bahkan debu di atas
meja.
o0o
waktu mulai perlahan melambat.
aku tersisih dibelakangmu dalam
keheningan
mengasingkan diri merasa tidak berarti
teruntuk hanya mendekatimu
sial, kopi ini sudah terlalu dingin untuk
aku nikmati
kopi, aku dan kenangan saling
berkesinambungan
o0o
Wanita
itu berdiri dibalik pohon kokoh depan rumah sambil menatap diam-diam kedalam,
tepat di hadapanku, air hujan menetes tanpa henti dari luar tatapanku, semua
angota tubuhnya kebasahan.
o0o
kenapa harus sembunyi dari datangnya
hujan?
bukankan itu lebih asik menari di bawah
girangnya hujan?
segirang ketika kamu bersama dia?
o0o
Membuka
pintu rumah dengan perasaan bersahabat, mencoba melirik ke kiri dan kanan. Hujan
semakin deras lalu aku mencoba untuk memberikan jas hujan, sebelum aku beranjak
dari ambang pintu, tiba-tiba sebentuk payung terbuka di samping wanita itu. Aku
mendapati sosok seorang wanita yang selalu aku sebut dengan sebutan mamak. Di
payungin oleh mamak dan wanita itu melangkah masuk ke dalam rumah.
Pintu
yang bewarna hijau, meja kaca berdebu, kursi kayu jati tua, senyum parasmu yang
jelita, secangkir kopi dan kenangan menjadi kombinasi yang saling
bersikenambungan
Hujan
...
Aku
pun sadar, hujan selalu punya cerita. Cerita tentang perjuangan dan kebahagian,
atau bahkan cerita yang lain. Kini hujanku, hujanmu, hujannya memberikan arti
penuh makna dan membekas di jiwa.